Wednesday, July 29, 2015

Sampah Medis RSUD Johannes Kupang Bisa “Cabut Nyawa”

KOTA KUPANG, MEDIAKONSTRUKSINTT.COM – Pengelolaan sampah medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof.W.Z. Johannes Kupang sangat amburadul, dan tidak mencerminkan lingkungan yang sehat.

“Sampah-sampah yang dibiarkan berserakan amburadul di sekitar rumah sakit akan membahayakan kesehatan. Itu bisa saja mencabut nyawa manusia karena diduga sampah tersebut mengandung obat-obatan beracun,” tegas aktivis Barisan Relawan Jalan Perubahan (BARA JP) NTT dalam rilis yang diterima redaksi mediakonstruksintt.com, Rabu (29/7/15).

Menurut BARA JP NTT, keberagaman sampah medis memerlukan penanganan yang baik sebelum proses pembuangan. Sayang sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) medis RSUD milik Pemerintahan Provinsi NTT itu, masih di bawah standar lingkungan. Bila pengelolaan sampah tak dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan gangguan bagi masyarakat di sekitar rumah sakit dan para pengguna limbah medis. 

“Incelerator yang merupakan alat untuk memusnakan limbah padat medis dalam kondisi tidak layak karena Incelerator tersebut dalam proses pembakaran tidak mampu mencapai suhu 〖1000〗^0c. sesuai persyaratan kesehatan lingkungan (PERMENKES Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004) bahwa pembuangan dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahan penghasil atau distributornya dan insenerasi pada suhu tinggi yaitu suhu 〖1000〗^0c sampai 〖1200〗^0c”. Demikian menurut hasil telaah masalah yang dilakukan oleh bagian Sanitarian RSUD Prof.W.Z. Johannes Kupang pada Februari 2015 yang diterima aktivis BARA JP NTT.
Menurut mereka, Incelerator dengan suhu demikian akan menghasilkan pembakaran yang tidak sempurna yang bersifat karsinogenik (pemicu kanker), teratogenik (kelainan janin) dan mutagenic (perubahan gen). sebab limbah sititoksik yang dihasilkan dari ruangan tidak dapat dimusnakan di incelerator tersebut.

“Insenerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya di udara, sangat berbahaya bila terjadi kontak dengan manusia yang dapat menyebabkan cacat atau kematian” kata mereka.

Bidang Advokasi BARA JP NTT, Florianus Novianus Sambi Dede, menegaskan, semestinya lingkungan rumah sakit menjadi tempat yang mendukung bagi pemulihan kesehatan pasien sebagai “Environtment of Care” dalam kerangka “Patient Safety” yang dicanangkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO. 

‘Rumah sakit harus bersih dan bebas dari sumber penyakit. Kebersihan yang dimaksud adalah keadaan atau kondisi yang bebas dari bahaya dan resiko minimal bagi terjadinya infeksi silang. Kita akan menelaah lebih lanjut lagi jangan sampai sudah terjadi infeksi pada bayi pasalnya incelerator berdekatan dengan ruang rawat bayi” terang Dede.

Rumah sakit juga harus menjadi contoh bagi masyarakat untuk membudayakan kebersihan dan upaya peningkatan kebersihan rumah sakit harus terus-menerus dilaksanakan dengan menggiatkan program supervisi, monitoring dan evaluasi agar kebersihan dapat dipertahankan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu.

Seperti disaksikan oleh BARA JP NTT, Selasa (28/7/15) siang sekitar pukul 12.00, di lokasi pengumpulan Sampah medis di RSUD Prof.W.Z. Johannes Kupang. Dimana di sekitar tempat pengumpulan sampah terdapat satu mesin incelerator yang letaknya sangat dekat dengan ruang rawat anak dan bayi. (Bertus/MK/sf)

Sumber:

Saturday, July 18, 2015

Sampah Jadi Makanan Pokok Sapi di Kecamatan Alak

 
Puluhan ternak sapi milik warga tengah asyik melahap tumpukan berbagai jenis sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur
KUPANG, KOMPAS.com - Kebiasaan kawanan ternak sapi di wilayah Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), mungkin berbeda dengan di tempat lainnya. Bagaimana tidak? Makanan pokok ternak ini adalah tumpukan sampah yang berada di tempat pembuangan akhir (TPA).

Semua jenis sampah seperti plastik, kardus, bekas minuman gelas plastik dan berbagai sampah lainnya pun dilahap sampai habis. Kebiaasan yang aneh itu sudah dianggap hal yang lumrah bagi pemilik sapi maupun para pemulung yang setiap hari saling berbaur untuk mencari sampah.

Dua pemulung yang mendirikan kemah di sekitar TPA Alak, Yeremias Lenggu (70) dan Demus Manafe (56) ketika ditemui Kompas.com, Sabtu (18/7/2015) mengaku, kawanan sapi itu milik sejumlah warga di Kampung Lama dan Batu Kapur, Kelurahan Manulai II.

Menurut Yeremias, kawanan sapi itu sudah sejak lama makan sampah. ”Awalnya hanya satu sampai dua ekor sapi saja yang makan sampah. Tapi akhir-akhir ini mulai bertambah banyak hingga puluhan ekor. Bukan hanya sapi saja, tetapi ada kambing dan babi, tetapi kelihatan sapi yang lebih monopoli,” kata Yeremias yang sudah bekerja sebagai pemulung sejak 1992.

Yeremias mengatakan, sejak pagi hari sekitar pukul 09.00 Wita, saat mobil pengangkut sampah menurunkan material sampah, dia dan puluhan pemulung lain langsung menyerbu ke arah tumpukan sampah, bersama kawanan sapi yang jumlahnya lebih banyak dari pemulung.

"Kalau kita terlambat, semua sampah yang bagus dan bernilai dimakan habis oleh sapi,” kata Yeremias.

Akibat tak tertarik makan rumput dan terbiasa makan sampah sambung Demus Manafe, sapi hanya mengeluarkan air pada waktu buang air besar. “Puncaknya pada Bulan November sampai Desember 2014 lalu, sekitar 25 ekor sapi mati secara mendadak karena kita duga mereka (sapi) sembarang makan sampah seperti, paku, pecahan botol hingga obat nyamuk. Selain itu, selama empat bulan, yakni September sampai Desember 2014, truk pengakut sampah tidak buang sampah di TPA ini,” kata Demus.

Bahkan, lanjut Demus, yang terbaru pada Bulan Mei 2015, masih ada beberapa ekor sapi yang mati meskipun mobil pengangkut sampah telah beroperasi kembali di TPA itu. Namun begitu, para pemilik sapi tetap saja membiarkan hewan peliharaan mereka mengonsumsi sampah. Sebab, menurut Demus, sudah tidak ada lagi pilihan lain untuk pakan ternak. 
Sumber:  
http://regional.kompas.com/read/2015/07/18/18163521/Sampah.Jadi.Makanan.Pokok.Sapi.di.Kecamatan.Alak