Monday, February 22, 2016

Dinas Kesehatan Kota Siapkan 90 Titik Fogging Focus

POS KUPANG.COM, KUPANG--Dinas kesehatan Kota Kupang menyiapkan dana untuk fogging focus di 90 titik dalam pemberantasan sarang nyamuk di Kota Kupang.S aat ini sudah 46 titik yang telah fogging focus. Demikian, Kepala Dinas Kesehatan  Kota Kupang, dr Ari Wijana yang ditemui di gedung DPRD Kota Kupang, Senin (22/2/2016).

Dia mengatakan, selain fogging focus yang dilakukan oleh dinas kesehatan ada juga fogging focus yang merupakan partisipasi dari masyarakat namun dilakukan dalam pengawasan dinas kesehatan  Kota Kupang.
Misalnya, permintaan dari pihak Kantor Bank Indonesia, juga dari beberapa civitas sekolah kesehatan di kota Kupang, fogging fokus di asrama polda NTT dan lainnya.

Mengenai kasus DBD di Kota Kupang, katanya, saat ini sudaha da 72 kasus namun belum ada yang meninggal dunia. "Masyarakat semakin sadar sehingga masih dalam tahap awal sudah dibawa ke sarana kesehatan. Dari 72 kasus ini hanya ada dua kasus yang sudah sampai ke grade tiga sedangkan lainnya baru grade satu dan dua sudah ke rumah sakit," ujarnya. 

Penderita terbanyak, katanya, berasal dari Kecamata Maulafa. Menurutnya, jika dibandingkan dengan tiga tahun lalu maka grafiknya masih berdekatan dan tidak ada yang melonjak tinggi. Namun masyarakat diminta untuk tetap antisipasi karena tahun ini adalah siklus lima tahunan.

Sumber:

Friday, February 19, 2016

1 Januari 2016, 10 Puskesmas beralih status menjadi BLUD

EFEKTIF Jumat 1 Januari 2016, sepuluh Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kota Kupang beralih status menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dengan berubah status, jelas Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang dr. Ari Wijana Rabu 11 November 2015, semua biaya operasional termasuk gaji PNS dikelolah sendiri.

“Seluruh biaya operasional dan pengelolaan keuangan menjadi tanggungjawab Kepala BLUD. Tenaga medis tidak boleh rangkap jabatan misalnya administrasi keuangan. Untuk administrasi keuangan 10 BLUD itu membutuhkan tenaga akuntansi. Jadi mereka mandiri. Kita di dinas hanya mendapat laporan. Sehingga Kepala BLUD harus cakap mengelolah BLUD termasuk keuangan. Didalamnya termasuk dana BPJS yang kian tahun akan terus bertambah. Pemkot nanti hanya menerima laporan tertulis Kepala BLUD-nya. Dalam rangka persiapan ke-10 Puskesmas beralih status, kita didukung BPK telah melakukan pelatihan termasuk pendampingan terkait pengelolaan keuangan sehingga tidak terjadi kebocoran,” jelas dr. Ari.

Kesepuluh Puskesmas yang berubah status yaitu Puskesmas Bakunase, Pasir Panjang, Kota Kupang, Alak, Sikumana, Penfui, Oebobo, Oepoi dan Oesapa. Sementara Puskesmas Manutapen masih berstatus Puskesmas karena baru dibuka. Dijelaskan dr. Ari, khusus tenaga akutansi akan rekrut sarjana akuntansi dengan status tenaga honor dengan gaji Rp 1.200.000 sebulan. Dengan beralih status menjadi BLUD, tambah dr. Ari, setiap BLUD, rata-rata punya tiga tenaga dokter, diluar perawat dan bidan.

“Di lingkungan Pemkot ketersediaan tenaga dokter mencukupi, karena kita punya dokter PTT daerah dan dokter berstatus PNS. Semuanya berjumlah 24 orang.” Khusus RSUD SK Lerik, kata dr. Ari termasuk BLUD tetapi masih parsial.” Kedepan akan beralih status menjadi BLUD,” katanya.

Program Sehati
 
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Kupang meluncurkan program Sehat Tanpa Korupsi (Sehati) kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sabtu 14 November 2015 di Grand Mutiara. Peluncuran Sehati menyambut peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-51 pada 12 November 2015.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang dokter Ary Wijana mengatakan pada peringatan HKN, akan diluncurkan 10 puskesmas menjadi badan layanan umum daerah (BLUD) yang mulai beroperasi pada Januari 2016. “Launching (peluncuran) 10 Puskesmas menjadi BLUD ini dilakukan di Puskesmas Manutapen pada 12 November 2015,” katanya kepada wartawan.
Sementara itu pada 14 November 2015 peluncuran program Sehati tahap dua yang bekerjasama dan pendampingan langsung oleh KPK.

“Ini berkaitan dengan pencegahan terhadap kemungkinan kecurangan pengelolaan keuangan dan nakapitasi dari BPJS yang ada di puskesmas nanti. Dan ini akan didampingi oleh KPK,” ungkapnya. Adapun kegiatan ketiga akan digelar di Grand Mutiara, juga akan diluncurkan penyerahan kendaraan operasional kepala puskesmas sebanyak 11 unit. Nanti pada 2016, Dinas Kesehatan Kota Kupang akan melakukan beberapa kegiatan untuk antisipasi ancaman Demam Berdarah Dengue (DBD).

Menurut dokter Ary, pihaknya kini sedang mengantisipasi siklus lima tahunan DBD. Pasalnya lima tahun sebelumnya terjadi kejadian luar biasa (KLB) DBD di Kupang. “Kita akan melakukan gebrak dengan seluruh stakholder mulai Desember bersama-sama sehingga minimal siklus 5 tahun ini bisa ditekan jangan sampai ada kematian lagi,” ujarnya. Ia menyebutkan selama lima tahun lalu terjadi 1.297 kasus DBD dan 11 orang meninggal, sedangkan pada 2015 satu penderitra DBD meninggal.

Selanjutnya pada 2016 akan digelar pekan imunisasi Nasional. Seluruh batita dan balita harus mendapat imunisasi lengkap melalui program Kementerian Kesehatan. Ia menyebutkan Pemerintah Kota Kupang sudah mengalokasikan anggaran untuk mendanai Pekan Imuniasi Nasional tersebut. ♦ wjr/terasntt.com

Wednesday, February 17, 2016

Tenaga Kesehatan Terbelenggu Regulasi?

POS KUPANG.COM - Tenaga kesehatan merupakan tenaga yang mempunyai peranan krusial dalam kehidupan ini, sebab ia berurusan dengan kesehatan, kesakitan, kehidupan dan kematian seseorang. Jadi tidak heran jika ingin menjadi tenaga kesehatan itu sulit. Masuk sekolah sulit, biaya tidak murah, sekolah penuh tekanan, tamatnya juga sulit.
Setelah tamat kerjanya juga sulit, harus punya STR, SIP dan berbagai regulasi lainnya. Benarkah alasan ini sehingga banyak tenaga kesehatan melanggar regulasi? Benarkah pergerakan tenaga kesehatan selama ini terbelenggu oleh regulasi?

Dasar Pijak
 
Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyatakan, tenaga tesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam: 
  1. tenaga medis (dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis);
  2.  tenaga psikologi klinis; 
  3. tenaga keperawatan; 
  4. tenaga kebidanan; 
  5. tenaga kefarmasian (apoteker dan tenaga teknis kefarmasian); 
  6. tenaga kesehatan masyarakat (epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga); 
  7. tenaga kesehatan lingkungan (sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan); 
  8. tenaga gizi (nutrisionis dan dietisien); 
  9. tenaga keterapian fisik (fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur); 
  10. tenaga keteknisian medis (perekam medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi, piƱata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologis); 
  11. tenaga teknik biomedika (radiografer, elektromedis, ahli teknologi laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik); 
  12. tenaga kesehatan tradisonal (tenaga kesehatan tradisional ramuan dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan).
Setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin. Izin yang dimaksud diberikan dalam bentuk Surat Izin Praktik (SIP). SIP diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat tenaga kesehatan menjalankan praktiknya.

Untuk mendapatkan SIP tenaga kesehatan harus memiliki: Surat Tanda Registrasi (STR) yang masih berlaku (masa berlaku lima tahun), rekomendasi dari organisasi profesi dan tempat praktik. SIP berlaku hanya untuk 1 (satu) tempat dan satu tahun.

Fakta di Lapangan
 
Terungkap sebagian besar dokter tidak memiliki dan tidak memperpanjang SIP di Kota Kupang. Pada tataran dinas kesehatan sendiri tidak memiliki data yang akurat mengenai berapa jumlah pasti dokter yang melakukan praktik secara "ilegal" ini. Semua saling tuding dan mempersalahkan.


Para dokter yang tidak memiliki izin dan yang izinnya sudah mati tidak pernah merasa bersalah dan tetap melakukan pelayanan seperti biasa. Ada juga yang memiliki izin lebih dari tiga tempat dan dijalankan tanpa komplein padahal dalam aturan jelas SIP hanya berlaku pada satu tempat saja. Memang NTT menjadi salah satu provinsi istimewa dan "boleh" melanggar ini demi nyawa manusia (mengingat dokter spesialis sangat sedikit).

Tetapi apakah kondisi ini terus kita biarkan? Ketika ditanya salahnya ada di mana? Maka jawabannya pun beragam. Ada yang menuding dinas kesehatan tidak becus dalam bekerja. Ada yang melempar kesalahan ini pada organisasi profesi masing-masing karena tidak dapat mengawasi pergerakan para anggotanya.

Ada pula yang mengamini bahwa semua ini karena ulah tenaga medis itu sendiri. Mereka lebih mengejar setoran sehingga tidak memperhatikan lagi norma dan aturan yang berlaku. Apalagi sudah kita ketahui bahwa untuk sekolah saja mereka sudah menghabiskan begitu banyak uang dan saat ini adalah saatnya untuk menarik kembali uang-uang tersebut.



Terlepas dari semua polemik di atas, sebagai manusia kita harus mengakui bahwa tidak ada hal sempurna yang kita lakukan. Semua kita punya kelemahan masing-masing. Ini saatnya bagi kita untuk berbenah.

Melihat kesibukan seorang tenaga kesehatan khususnya tenaga medis, maka sudah tentu sulit bagi mereka untuk mengurus administrasi terkait dengan SIP. Apalagi salah satu syarat SIP adalah harus ada STR. Untuk memperoleh STR harus dilalui rintangan yang tidak ringan. Harus mengumpulkan SKP sekian banyak sesuai tuntutan profesi.

Hal ini mengharuskan para tenaga kesehatan mengikuti berbagai seminar, baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Hal ini tidak berbeda jauh dengan menyiapkan berkas untuk kenaikan pangkat dalam dunia Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Fakta di Lapangan
 
Terungkap sebagian besar dokter tidak memiliki dan tidak memperpanjang SIP di Kota Kupang. Pada tataran dinas kesehatan sendiri tidak memiliki data yang akurat mengenai berapa jumlah pasti dokter yang melakukan praktik secara "ilegal" ini. Semua saling tuding dan mempersalahkan.


Para dokter yang tidak memiliki izin dan yang izinnya sudah mati tidak pernah merasa bersalah dan tetap melakukan pelayanan seperti biasa. Ada juga yang memiliki izin lebih dari tiga tempat dan dijalankan tanpa komplein padahal dalam aturan jelas SIP hanya berlaku pada satu tempat saja. Memang NTT menjadi salah satu provinsi istimewa dan "boleh" melanggar ini demi nyawa manusia (mengingat dokter spesialis sangat sedikit).

Tetapi apakah kondisi ini terus kita biarkan? Ketika ditanya salahnya ada di mana? Maka jawabannya pun beragam. Ada yang menuding dinas kesehatan tidak becus dalam bekerja. Ada yang melempar kesalahan ini pada organisasi profesi masing-masing karena tidak dapat mengawasi pergerakan para anggotanya.

Ada pula yang mengamini bahwa semua ini karena ulah tenaga medis itu sendiri. Mereka lebih mengejar setoran sehingga tidak memperhatikan lagi norma dan aturan yang berlaku. Apalagi sudah kita ketahui bahwa untuk sekolah saja mereka sudah menghabiskan begitu banyak uang dan saat ini adalah saatnya untuk menarik kembali uang-uang tersebut.

Terlepas dari semua polemik di atas, sebagai manusia kita harus mengakui bahwa tidak ada hal sempurna yang kita lakukan. Semua kita punya kelemahan masing-masing. Ini saatnya bagi kita untuk berbenah.

Melihat kesibukan seorang tenaga kesehatan khususnya tenaga medis, maka sudah tentu sulit bagi mereka untuk mengurus administrasi terkait dengan SIP. Apalagi salah satu syarat SIP adalah harus ada STR. Untuk memperoleh STR harus dilalui rintangan yang tidak ringan. Harus mengumpulkan SKP sekian banyak sesuai tuntutan profesi.

Hal ini mengharuskan para tenaga kesehatan mengikuti berbagai seminar, baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Hal ini tidak berbeda jauh dengan menyiapkan berkas untuk kenaikan pangkat dalam dunia Pegawai Negeri Sipil (PNS).



Oleh Vinsen Belawa Making, SKM, M.Kes
Wakil Ketua Stikes CHMK-Sekretaris Eksekutif IAKMI NTT

Sumber:

Friday, February 12, 2016

Waspada, 40 Warga Diserang DBD

KUPANG, TIMEX-Jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) di Kota Kupang kian bertambah. Data terakhir dari Dinas Kesehatan Kota Kupang, total penderita sudah mencapai 40 orang.

Para pasien ini tengah dirawat di berbagai rumah sakit di Kota Kupang. "Selama lima minggu tahun 2016 ini sudah 40 orang," demikian kata Kepala Bidang P2PI Dinas Kesehatan Kota Kupang, Sri Wahyuningsih, Kamis (11/2) kemarin.

Menurutnya, data 40 pasien tersebut adalah positif DBD berdasarkan hasil diagnosa. Dan, semua pasien dirawat di rumah sakit yang tersebar di Kota Kupang. Tidak ada yang dirawat di Puskesmas.

Sebelumnya ia juga mengatakan kasus DBD di Kota Kupang menyebar di 51 Kelurahan di Kota Kupang. "Saya mengimbau warga Kota Kupang harus bisa belajar hidup bersih dengan menerapkan 3M di lingkungan rumah yakni menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air dan mengubur barang bekas serta menaburkan bubuk abate. Hal tersebut bertujuan membatasi perkembangbiakan nyamuk," Katanya.

Dikatakannya, abate bisa didapat di Puskesmas terdekat atau petugas akan membagikannya. Sementara fogging (pengasapan) baru dilakukan setelah melakukan penyelidikan epidemilogi apabila terjadi penambahan kasus dan jentik positif lebih dari 50 persen.

Direktur Rumah Sakit Katolik St. Carolus Borromeus Kupang, dr. Herly Soedarmadji menjelaskan pada bulan Januari lalu, terdapat empat pasien DBD yang ditangani pihaknya. Kasus ini mulai ada seiring datangnya musim hujan. Sebab sebelumnya, kasus yang paling menonjol adalah diare.

Disebutkan, Januari lalu, terdapat empat pasien DBD, anak-anak maupun orang dewasa. Semuanya pasien rawat inap. "Kasus ini (DBD, red) ada seiring pergantian musim. Karena kita ketahui bersama, musim hujan memang terlambat. Ini yang harus kita antisipasi segera," ujarnya.

Dijelaskannya, DBD merupakan infeksi yang disebarkan oleh virus dengue yang mengakibatkan demam, pendarahan signifikan yang dapat berakibat shock bahkan kematian. Seseorang bisa terkena DBD jika digigit oleh nyamuk aedes aegypti yang mengandung virus dengue. Virus ini berkembangbiak dalam kelenjar getah bening. Gejalanya seperti demam tinggi, sakit kepala, mual, mimisan dan nyeri otot. Dampak lanjutannya berupa kebocoran pembuluh darah dan rendahnya trombosit darah.

Untuk mengatasi gejala yang ada, kata Herly, penderita perlu diberikan obat penurun demam, teh, sirup, susu, sari buah, oralit dan makanan bergizi. "Perhatikan tubuh anak. Jika ada bercak kemerahan, haruslah dikompres. Bila masih panas, segera bawa ke dokter atau rumah sakit terdekat," katanya.

Herly berharap, masyarakat harus punya upaya preventif sendiri untuk mencegah penyakit DBD. Selain melalui pengasapan (fogging), penebaran abate (abatisasi), masyarakat bisa menghidupkan kembali gerakan 3 M; menutup, menguras dan menimbun.

Ia mengimbau warga untuk menutup rapat-rapat bak penampung air agar nyamuk tidak bersarang di dalamnya. Sebab, nyamuk aedes aegypti senang menetas di air bersih yang tergenang. Kuraslah bak mandi, minimal satu minggu sekali. Serta timbunlah kaleng dan wadah kosong yang berisi air di dalam tanah, agar nyamuk tidak menemukan tempat untuk bertelur. "Utamakan kebersihan untuk kesehatan," tegas Herly.

Terpisah, Direktur RSUD S. K. Lerik, Marsiana Halek juga menambahkan, terdapat 15 pasien DBD di RS milik Pemkot Kupang tersebut. Ke-15 pasien itu tengah dirawat intensif. ia juga berharap masyarakat terus menjaga kebersihan lingkungan sehingga nyamuk aedes aegypti tidak berkembangbiak.

Dinkes Diminta Lakukan Fogging

Terkait wabah DBD ini, Ketua Komisi IV DPRD Kota Kupang, Livingston Ratu Kadja meminta Pemerintah Kota Kupang melalui Dinas Kesehatan melaksanakan fogging secara sistematis terhadap daerah-daerah rawan nyamuk DBD.

Dinas Kesehatan diminta tidak boleh menunggu sampai jatuh korban jiwa. Aksi pencegahan harus dilakukan sejak dini. "Harus ada perhatian khusus terhadap wilayah rawan, apalagi musim hujan begini," kata Livingstone.

Dikatakannya, dilihat dari data, wilayah yang rawan DBD di Kota Kupang belum diketahui, karena datanya ada di Dinas Kesehatan. Namun yang paling penting adalah masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang gejala DBD.

Oleh karena itu, diharapkan sosialisasi tentang penyakit DBD beserta langkah pencegahannya benar-benar dilakukan secara baik di masyarakat. "Apalagi sesuai pernyataan Kepala Dinas Kesehatan penderita DBD sudah ada. Untuk itu, langkah pencegahan dari Dinas Kesehatan Kota Kupang atau pihak Puskesmas harus perlu dipercepat," katanya. (sam)

Sumber:

Thursday, February 4, 2016

Dinkes Kota Kupang Terima Kasih Pada Ombusdman Terkait Temuan Dokter Tanpa SIP

POS KUPANG.COM, KUPANG --Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang berterima kasih kepada Ombusdman Provinsi NTT terkait dengan temuan dokter tanpa SIP. Demikian Kadis Kesehatan. dr Ari Wijana.M.Kes yang ditrmui di Kelurahan Batuplat, Kamis (4/2/2016).

"Kami berterima kasih atas temuan ombusdman, kami akan mneunggu temuan tersebu untuk dikompilasi dengan data dari dinas karena ombudsman mengumpulkan data dengan cara investigasi," katanya. 

Setelah mengkompilasi data maka dinkes akan mengambil tindakan jika memang ada dokter yang praktek tanpa SIP. "Kami akan serahkan ke idi untuk diproses lebih lanjut karena itu sudah diluar kewenangan dinas," jelasnya. (*)

Sumber: